Kamis, 15 September 2011

Sajak Bernando J. Sujibto

Tiga Episode tentang Ruang
Kepada Ala Roa

Ruang putih

bukan 1x2 meter luas rak bukumu
atau basah resah di atas bantal
setelah gerimis malam memintal
mengirimkan bayangan

ia yang terdiam dalam dirimu
menggobang sekeras takdir
kau melahirkannya sumir
tak pernah kau buka pintu

kami selalu menunggumu
seperti dalam lintasan rel kereta


Ruang hitam

tak perlu dulu baca nietzsche
dan menulis puisi-puisi cinta
yang telah memerah darahmu
juga ingatanmu yang rumpang

jalan-jalan lapang menuju rumah barumu
ditanami lumut-lumut dan keras bunga kaktus
ia selalu menyekatmu ke dalam senyap sempurna

siapa yang telah datang
saat kau pergi dari tubuhmu?

cepat tukarkan itu karcis
garis tanganmu yang miris
untuk kepergian yang lain
biar mereka membuntutinya
dan engkau di sini, bersamaku
menunggu rembulan pertama


Ruang Abu-Abu

bahwa yang tak pernah dipersaksikan
adalah jalan yang tak dipertaruhkan
engkau terperosok
di halaman rak bukumu yang lain

Yogyakarta, 2010

Sajak Jufri Zaituna

ALA ROA DAN DIRINYA

lembar demi lembar telah kau habiskan
untuk segera sampai di ujung penantian
sampai kau tak paham, bahwa gema kata
hanyalah ketukan keterasingan
dari ruang tubuh tersekap kebencian
juga getar rasa memabukkan kesendirian

segenggam debu kesakitan berhamburan
dari beratus-ratus jalan hati keraguan
mengancam pemburuan demi pemburuan
tiada akhir

berhembus dari arah ketidaksempurnaan
kata-kata merangkak mencari makna keabadian
dari patahan-patahan tawa berderak cepat
seperti kilat yang merobek mulut langit
seperti jalan kematian yang tak pernah kau temukan
selain kau terus memohon berjuta harapan
menjumpai keabadian yang lain

adakah kau masih berharap untuk terlahir kembali
seperti cahaya yang memancar dari rahim sepi
sebab makna kian tiada
untuk menampung kegelisahan berlumut biru
otak sekeras batu-batu

2011

Sajak Ala Roa

GELISAH DI JALAN SAJAK

gelisahku jangan ke mana mana
temanilah aku meski akan mati besok
kau lebih berharga dari diriku sendiri
di ujung sana denganmu aku akan tahu
di mana aku harus berakhir tanpa rasa lelah lagi

jika pergi kau akan menuju rumah tak berpenghuni
orang-orang berlari dengan mimpinya sendiri
kau tak akan kembali dan aku tak terkendali

gelisahku kau adalah pencarianku
ketenanganku adalah penemuanku

memang harus ada yang dirasakan dituliskan dan dijalani
sekarang kita berada di sini bukan untuk dihargai
hanya ingin tahu seberapa besar arti hidup ini

kau tahu betapa sakitnya kita berada di jalan ini
walau tak ada yang tahu kita akan sampai di mana
janganlah ke mana mana
sebab di manapun kita ada tak ingin buta dan sia-sia

yogyakarta, 2011