Orang Tuaku:
“Sejak kecil kau jarang bisa diatur. Kau suka melakukan sesuatu yang aku tidak sukai. Kau pindah-pindah sekolah. Kau pindah-pindah kampus. Sekarang kau sudah bisa memilih jalan hidupmu sendiri. Pilihlah jalanmu agar kau bisa mengerti seperti apa hidupmu ini. Kehidupan yang sebenarnya bukan yang ada di kepalamu. Ingat hormati dan hargai orang lain.”
Mas Zainal Arifin Thoha:
“Jalanmu terkadang cepat, terkadang lambat. Doakanlah kedua orang tuamu karena dengan kau mendoakannya jalanmu akan seimbang.”
Mbak Maya Oktaviani:
“Jalinlah kebersamaan di mana pun kau berada. Anggap semua orang adalah keluargamu.”
Kak Kuswaidi Syafi’ei:
“Jangan pernah memaksakan sesuatu yang berada dalam dirimu. Biarkan semuanya mengalir saja.”
Faisal Kamandobat:
“Jadilah dirimu sendiri. Jangan terlalu obsesif dan kompulsif. Dunia tidak selebar daun kelor dan sedalam gelas.”
Salman Rusydie Anwar:
“Kau seorang anak kecil yang suka bermain layang-layang. Jika putus kau mengejarnya hingga kau tersesat. Kau lurus dalam ketersesatanmu.”
Ahmad Muchlis Amrin:
“Ide ditemukan bukan dari realitas nyata saja tetapi juga realitas yang tidak nyata. Temukan semua itu dalam dirimu. Pertahankan karyamu!”
Loye:
“Aku tahu puisimu pernah dimuat di tempo dan jawa pos. Tetapi sayang kau tidak jujur kepada dirimu sendiri. Kau selalu menutup diri dengan merubah-rubah namamu atau memberi jarak terhadap orang lain, terutama perempuan. Kau takut disebut penyair. Keberanian terbuka itu harus ada. Penyair sejati harus terbuka dan jujur pada dirinya sendiri.”
Indrian Koto:
“Ah, itu hanya bayang-bayangmu saja. Tulis… tulis… Menjadi sesuatu yang bukan bayang-bayang.”
Mutia Sukma:
“Dasar orang aneh! Bagus itu puisi!”
Retno Iswandari:
“Semuanya akan selesai. Semangat. Semangat…”
Rumianti:
“Kau selalu bermain-main dengan imajinasimu hingga dunia ini terasa fiktif bagimu. Bagus. Tetapi jangan tersesat.”
Bernando J Sujibto:
“Bagus kalau kau sudah menentukan jalanmu dalam kematian. Namun, alangkah baiknya jika kau belajar ciuman dengan seorang perempuan.”
Yusriyanto Elga:
“Kegelisahan dan kegilaanmu yang akan menentukan dunia dan arah hidupmu. Maka, jangan pernah menyia-nyiakannya.”
Hilal Alifi:
“Peggat (gila) atau mati!”
Ridwan Munawar:
“Kau adalah kengerian dunia. Seperti yang kau katakan, menulis adalah sebuah ketidaknormalan. Ngeri bung!”
Dwi Cipta:
“Jika menulis puisi macet. Banyaklah membaca puisi. Aku adalah penulis yang malas.”
Farah Tamami:
“Lakukan apa yang ingin kau lakukan. Jangan pernah takut untuk memulai.”
Muhamad Basyir:
“Hidup seperti apa pun harus dijalani seperti juga berkarya. Maka hidup dan berkaryalah selagi kau bisa.”
Muchlis Zya Aufa:
“Karya apa pun adalah perjalanan spiritual penulisnya. Teruslah menulis suatu saat kau akan menemukan apa yang kau cari atau sesuatu yang tak ingin kau cari yang benar-benar berarti bagi drimu.”
Mahfud Sayuti:
“Kau jangan berhenti menulis. Kau berbakat. Aku akan selalu membaca karya-karyamu.”
Arif Muhamad:
“Mulai dulu kau tidak pernah berhenti gelisah. Bagus itu puisi.”
Mahwi Air Tawar:
“Karya itu adalah apa yang kau rasakan dan terjadi dalam hidupmu. Jika kau takut tulilah tentang ketakutan. Pokoknya semuanya yang terjadi dalam hidupmu, tulis.”
Muhamad Ali Fakih Ar:
“Aku takut kau bunuh diri dengan kegilaanmu. Menulis puisi saja. Mungkin semuanya akan selesai.”
Muhibuddin:
“Kau manusia absurd. Super gelisah. Hidup antara nyata dan tidak nyata. Aku suka jika seperti kamu.”
Nick Rasyid:
“Kegelisahanmu selalu tidak nyata. Cobalah sekali-kali kau sentuh payudara perempuan. Jangan habiskan waktumu untuk menulis puisi. Adakalanya kau benar-benar kembali pada realitas yang nyata.”
Valentina Febriani:
“Kau lucu dan gila. Mungkin karena itu kau bisa menulis puisi.”
Fathollah Elsyaf:
“Yang tidak dipunyai teman-teman adalah kegilaanmu dalam menulis puisi. Kau gila man!”
Fajri Andika:
“Kau gila. Benar-benar gila. Makanya sering tidak nyambung dengan realitas. Mungkin begitu proses pencarian diksi untuk puisimu.”
Rocky:
“Pertama kali bertemu denganmu, satu sisi aku merasa risih karena ketawa terus, pada sisi lain aku merasa damai karena kata-katamu.”
Rahem:
“Kau orang gila yang baik hati dan tidak sombong. Jika ada orang yang mengatakan kau tidak baik dan sombong berarti mereka belum tahu logika tawa. Jelaslah mereka belum kreatif.”
Najamuddin Muhamad:
“Antara karya dan kehidupan sesuai dan sejalan. Kau jujur bukan dalam berkarya tetapi juga hidup.”
Selendang Sulaiman:
“Kau orang aneh yang muter-muter di kepalaku. Seperti aku menulis cerpen saja.”
Adikusno:
“Kau adalah sastra. Tidak usah resah kalau hanya tidak bisa nulis.”
Juma’ Darma Putra:
“Kau benar-benar peggat (gila) dan itu sastra. Jangan putus asa hanya untuk kata-kata.”
Rusdi Punk:
“Tuhan, telah menciptakanmu dengan keanehan dan kegilaan. Jadi, syukuri saja.”
Zen:
“Bang, hidupmu aneh dan penuh kegilaan. Tidak banyak orang sepertimu.”
As’adi M Samilona:
“Jika kegilaanmu mengajakmu untuk bunuh diri, mendingan jangan nulis puisi. Menulis yang lain saja, seperti cerpen, esai, atau resensi.”
M Sanusi:
“Hidupmu seperti tokoh novel atau film. Jadikan itu kekuatan untuk karya-karyamu.”
Fathor Rasyid:
“Sering kali kau ingin bunuh diri gara-gara hanya tidak bisa konsen baca buku dan tidak bisa menulis kau akan bunuh diri. Kau tahu, aku hanya tersenyum melihatmu. Sebab kau terlalu berambisi untuk bersentuhan dengan Tuhan.”
Rahmat Fajar:
“Aku suka tawamu yang menggila. Lebis puitis dari puisimu. Maka ketawalah!”
Wian:
“Aku tidak bisa mengobatimu. Menulislah mungkin itu obat penyakit jiwamu.”
Sunlie Thomas Alexander:
“Suaramu bergetar. Dahsyat.”
M Yunus BS:
“ Lanjutkan kegilaanmu. Biarkan orang tidak mengerti. Itu bukan urusanmu.”
Dalam kehidupan, kematian yang tak sempurna adalah karya besar yang jarang orang menemukannya. Sebuah keheningan yang terdalam dari hati seorang manusia.
Jumat, 08 Januari 2010
Kamis, 07 Januari 2010
TAK ADA BAHASA, YANG ADA HANYA KAMU
Tuhan, saat ini aku membencimu lagi. Karena aku tak bisa menulis apa yang ingin aku tulis. Bahasa hilang karena hanya Dirimu yang mampu aku rasakan. Sudah banyak buku yang aku baca. Sudah sering aku berbaur dengan orang yang ada di sekelilingku. Sudah sering pula aku belajar pada orang lain dalam setiap keadaan namun yang ada hanya Kamu. Mengapa Kamu selalu berada dalam teka-teki dan ingin menjadi teka-teki dalam hidupku? Jika Kamu yang menciptakan bahasa mengapa Kamu menciptakanku? Apakah Kamu memberi potensiku hanya untuk memahami Dirimu? Ke mana pun yang ada hanya Kamu.
Tuhan, aku ingin memahami Dirimu dengan memahami ciptaanMu tetapi bukan begini caranya. Aku punya cara sendiri tetapi sekarang Kamu malah menggantinya dengan mengharuskanku untuk merasakan dan memikirkan Dirimu. Pikiranku hanya Dirimu. Hatiku hanya Dirimu. Aku tidak mampu membuangnya. Aku tidak mampu lepas dari Dirimu seperti dulu. Aku tidak mampu memberontak pada Dirimu lagi.
Banyak orang yang memberontakMu. Mereka menganggap dirinya kuat, padahal tidak. Karena yang menciptakan dirinya adalah Dirimu. Aku tahu itu karena pikiranku pernah memberontakMu dan aku tidak menemukan jalan keluarnya kecuali harus meredam ego untuk disesuaikan dengan perjalan di langit dan di bumi. Aku serahkan semuanya padamu karena aku lemah di hadapanMu. Tuhan, dunia ini absurd, Kamu juga absurd. Dan kini aku hanya bisa menciptakan sajak yang tidak aku sukai.
Kupanggil Engkau dalam Diriku
segala yang mati segala yang hidup
segala yang menyusup pada diriku
segalanya yang engkau berdetak dalam tubuhku
segalanya padaku
padamu aku tak menemukan arah dan jalanku
karena segalanya adalah engkau
kupanggil engkau dalam diriku
namun segalanya hanyalah aku
kupanggil engkau dalam diriku berkali kali
tetap saja yang ada hanyalah aku
Yogyakarta, 03-01-10
Tuhan, aku ingin memahami Dirimu dengan memahami ciptaanMu tetapi bukan begini caranya. Aku punya cara sendiri tetapi sekarang Kamu malah menggantinya dengan mengharuskanku untuk merasakan dan memikirkan Dirimu. Pikiranku hanya Dirimu. Hatiku hanya Dirimu. Aku tidak mampu membuangnya. Aku tidak mampu lepas dari Dirimu seperti dulu. Aku tidak mampu memberontak pada Dirimu lagi.
Banyak orang yang memberontakMu. Mereka menganggap dirinya kuat, padahal tidak. Karena yang menciptakan dirinya adalah Dirimu. Aku tahu itu karena pikiranku pernah memberontakMu dan aku tidak menemukan jalan keluarnya kecuali harus meredam ego untuk disesuaikan dengan perjalan di langit dan di bumi. Aku serahkan semuanya padamu karena aku lemah di hadapanMu. Tuhan, dunia ini absurd, Kamu juga absurd. Dan kini aku hanya bisa menciptakan sajak yang tidak aku sukai.
Kupanggil Engkau dalam Diriku
segala yang mati segala yang hidup
segala yang menyusup pada diriku
segalanya yang engkau berdetak dalam tubuhku
segalanya padaku
padamu aku tak menemukan arah dan jalanku
karena segalanya adalah engkau
kupanggil engkau dalam diriku
namun segalanya hanyalah aku
kupanggil engkau dalam diriku berkali kali
tetap saja yang ada hanyalah aku
Yogyakarta, 03-01-10
Jumat, 01 Januari 2010
CATATAN KECIL DESEMBER 09
1.
Jika apa yang ada di hatiku salah dan tidak ada berarti Tuhan juga salah dan tidak ada. Aku tidak akan mempercayainya lagi sebelum Dia menunjukkan kebenarannya di hatiku.
2.
Perubahan di mulai dari dalam diri sendiri. Dan harus diingat setiap perubahan akan mendapatkan sanjungan dan kebencian.
3.
Orang lain boleh menyalahkan dan membenarkanku. Orang lain boleh membenci dan menyukaiku. Tetapi jangan pernah menyimpulkan apa yang pernah aku pikirkan dan apa yang aku lakukan karena ia akan menemukan kekacauan.
4.
Kita dilahirkan sebagai manusia. Maka, hidup dan belajarlah jadi manusia.
5.
Jika ada yang bertanya kepadaku, apakah dunia ini realistis? Aku akan jawab, dunia ini menampakkan dirinya tidak begitu realistis.
6.
Aku hanya petasan. Jika aku meledak orang-orang mencari sisa ledakanku. Oh, betapa bingungnya mereka dan aku selalu ingin ketawa.
7.
Aku memaklumi kalau banyak orang tidak mempercayaiku, karena aku orang hebat.
8.
Perempuan selalu memberi jalan bagaimana aku bisa seimbang dalam hidup. Dan kuanggap dia sebagai teman spiritualku.
9.
Dunia hanya pentas musik. Aku ingin memainkan sebuah lagu agar aku mengerti kemanusianku.
10.
Dalam menulis aku benar-benar merasakan apa yang sedang aku tulis. Setelah aku selesai menulisnya, aku merasakan ketakutan dan kelucuan yang membuat aku selalu ketawa.
11.
Orang mengalah bukan berarti kalah melainkan karena dia telah menemukan sesuatu yang sangat berarti daripada harus berperang.
12.
Telah aku berikan apa yang telah aku mampu berikan padamu. Jika kau belum puas kekurangan itu ada padamu.
13.
Jika aku melebihi pikiran dan materi, lalu apa yang nyata?
14.
Hidup ini tujuh puluh lima persen adalah dibentuk oleh perkiraan-perkiraan kita sendiri.
15.
Aku selalu bersenang-senang dengan imajinasiku. Kau boleh percaya dan tidak mempercayainya. Karena terkadang aku menginginkan dunia ini nampak fiktif.
16.
Saat ini pahamilah tubuh sebagai media, kau akan tahu seperti apa makhluk kebohongan itu.
17.
Intertaimen adalah aktifitas yang membosankan dan membodohkan tapi masih banyak juga orang yang menyukainya.
18.
Dunia ini begitu absurd dan banyak orang menjalaninya dengan harus bunuh diri tapi aku beruntung masih punya hati yang bisa memahaminya.
19.
Ketika kau menertawakan orang lain kau tak pernah menyadarinya kalau kau menertawakan dirimu sendiri. Kau menganggap dirimu sempurna padahal untuk melakukan apa yang kau inginkan saja kau tak mampu apa-apa. Apa yang kau nilai tentang orang lain itulah dirimu. Kelemahanmu adalah kau tak pernah mengetahui dirimu sendiri kecuali pakaiaanmu.
20.
Mereka selalu mempercayai apa yang aku katakan dan tak pernah bertanya apa maksudnya. Bahasa adalah kebohongan meski aku bukan pembohong. Dan mereka mengejek dirinya sendiri.
21.
Orang waras adalah orang gila yang tahu bahwa dirinya gila sedangkan orang yang benar-benar gila adalah orang yang tidak tahu bahwa dirinya gila.
22.
Apa yang berlalu berarti telah luput dan yang pergi berarti telah mati. Maka aku tak akan memikirkan semua yang telah berlalu karena ia telah pergi dan berakhir.
Jika apa yang ada di hatiku salah dan tidak ada berarti Tuhan juga salah dan tidak ada. Aku tidak akan mempercayainya lagi sebelum Dia menunjukkan kebenarannya di hatiku.
2.
Perubahan di mulai dari dalam diri sendiri. Dan harus diingat setiap perubahan akan mendapatkan sanjungan dan kebencian.
3.
Orang lain boleh menyalahkan dan membenarkanku. Orang lain boleh membenci dan menyukaiku. Tetapi jangan pernah menyimpulkan apa yang pernah aku pikirkan dan apa yang aku lakukan karena ia akan menemukan kekacauan.
4.
Kita dilahirkan sebagai manusia. Maka, hidup dan belajarlah jadi manusia.
5.
Jika ada yang bertanya kepadaku, apakah dunia ini realistis? Aku akan jawab, dunia ini menampakkan dirinya tidak begitu realistis.
6.
Aku hanya petasan. Jika aku meledak orang-orang mencari sisa ledakanku. Oh, betapa bingungnya mereka dan aku selalu ingin ketawa.
7.
Aku memaklumi kalau banyak orang tidak mempercayaiku, karena aku orang hebat.
8.
Perempuan selalu memberi jalan bagaimana aku bisa seimbang dalam hidup. Dan kuanggap dia sebagai teman spiritualku.
9.
Dunia hanya pentas musik. Aku ingin memainkan sebuah lagu agar aku mengerti kemanusianku.
10.
Dalam menulis aku benar-benar merasakan apa yang sedang aku tulis. Setelah aku selesai menulisnya, aku merasakan ketakutan dan kelucuan yang membuat aku selalu ketawa.
11.
Orang mengalah bukan berarti kalah melainkan karena dia telah menemukan sesuatu yang sangat berarti daripada harus berperang.
12.
Telah aku berikan apa yang telah aku mampu berikan padamu. Jika kau belum puas kekurangan itu ada padamu.
13.
Jika aku melebihi pikiran dan materi, lalu apa yang nyata?
14.
Hidup ini tujuh puluh lima persen adalah dibentuk oleh perkiraan-perkiraan kita sendiri.
15.
Aku selalu bersenang-senang dengan imajinasiku. Kau boleh percaya dan tidak mempercayainya. Karena terkadang aku menginginkan dunia ini nampak fiktif.
16.
Saat ini pahamilah tubuh sebagai media, kau akan tahu seperti apa makhluk kebohongan itu.
17.
Intertaimen adalah aktifitas yang membosankan dan membodohkan tapi masih banyak juga orang yang menyukainya.
18.
Dunia ini begitu absurd dan banyak orang menjalaninya dengan harus bunuh diri tapi aku beruntung masih punya hati yang bisa memahaminya.
19.
Ketika kau menertawakan orang lain kau tak pernah menyadarinya kalau kau menertawakan dirimu sendiri. Kau menganggap dirimu sempurna padahal untuk melakukan apa yang kau inginkan saja kau tak mampu apa-apa. Apa yang kau nilai tentang orang lain itulah dirimu. Kelemahanmu adalah kau tak pernah mengetahui dirimu sendiri kecuali pakaiaanmu.
20.
Mereka selalu mempercayai apa yang aku katakan dan tak pernah bertanya apa maksudnya. Bahasa adalah kebohongan meski aku bukan pembohong. Dan mereka mengejek dirinya sendiri.
21.
Orang waras adalah orang gila yang tahu bahwa dirinya gila sedangkan orang yang benar-benar gila adalah orang yang tidak tahu bahwa dirinya gila.
22.
Apa yang berlalu berarti telah luput dan yang pergi berarti telah mati. Maka aku tak akan memikirkan semua yang telah berlalu karena ia telah pergi dan berakhir.
Spiritualitas Eksistensialisme Ahmad Wahib
“Aku belum tahu Islam itu sebenarnya. Aku baru tahu Islam menurut Hamka, Islam menurut Nastir, Islam menurut Abduh, Islam menurut ulama-ulama kuno, Islam menurut Djohan, Islam menurut Subki, Islam menurut yang lain-lain. Dan terus terang aku tidak puas. Yang kucari belum kutemu, belum terdapat, yaitu Islam menurut Allah pembuatnya. Bagaimana? Langsung studi dari al-Quran dan as-Sunah? Akan kucoba. Tetapi orang-orang lain pun akan beranggapan bahwa yang kudapat itu adalah Islam menurut aku sendiri. Tapi biar yang penting adalah keyakinan dalam akal sehatku bahwa yang kupahami itu adalah Islam menurut Allah. Aku harus yakin itu!.”
Keyakinan sehari-hari dalam masyarakat berpendidikan, kita telah mendengar dan menjadi perbincangan bahwa spiritualitas dan eksistensialisme merupakan hal yang berbeda. Spiritualitas adalah sebuah jangkauan kerohanian yang dilakukan oleh kaum sufi atau kaum rohaniawan yang berkecimpung dalam ilmu keagamaan. Sedangkan eksistensialisme adalah sebuah aliran kefilsafatan yang menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral. Di mana ia bebas memilih menerima dan menolak segala hal yang berada di luar dan dalam dirinya. Namun, dalam perjalanannya seperti apa yang dikatakan oleh tokoh eksistensialisme, Kierkegaar, cara manusia bereksistensi meliputi tiga sikap yaitu, estetis, etis dan religius. Nah, Wahib sebagaimana yang telah terangkum dalam keseluruhan catatan hariannya meliputi hal tersebut.
Dalam tulisan ini saya tidak akan membahas sikap estetis dan etisnya akan tetapi pada sikap religiusnya yang mana telah melahirkan ide-ide yang sangat brilian dalam kancah pemikiran Islam Indonesia. Tema penting untuk memahami Wahib dalam konteks pemikiran Islam adalah pada sikap religiusitasnya. Penentangan Wahib terhadap agama sebenarnya bukan penentangan terhadap agama itu sendiri. Akan tetapi, penentangannya terhadap agama dalam artian sosiologis di mana agama itu hidup dan berkembang. Dan catatan kecil di atas adalah merupakan gambaran Wahib sebagai sosok esksistensialis yang mencari kebenaran spiritualnya, baik dalam nilai teoritis dan praksisnya. Mungkin ini yang saya sebut dengan spiritualitas eksistesialisme, di mana seseorang mencari kebenaran tentang keagamaannya dalam realitas sosialnya melalui pertanyaan menyangkut tentang keberadaan keberagamaan dan kediriannya.
Wahib dalam pencariannya menyangkut hal tersebut dapat dilihat dalam bagaimana ia membangun kerangka epistemologinya. Ia memahami Islam sebagai yang universal atau ideal dan kondisional. Menurutnya Islam universal atau ideal adalah Islam yang terangkum dalam keseluruhan pesan Tuhan (wahyu), sedangkan Islam kondisional adalah Islam yang berada dalam kondisi masa dan masyarakat tertentu. Dari sini, ia merumuskan beberapa rumusan yang pernah didiskusikannya dengan kelompok diskusinya di rumah Dawam Raharjo. Pertama, tidak mengidentikkan Islam dengan al-Quran. Kedua, al-Quran adalah abstrak. Ketiga, al-Quran adalah wajah Islam terbaik untuk zamannya. Keempat, sumber memahami Islam adalah sejarah Muhammad.
Dari konsepnya di atas banyak orang mengatakan bahwa konsepnya tersebut adalah merupakan pembaruan Islam di Indonesia karena ia beruhasa untuk merombak, menyegarkan, dan memperbaharuhi pemikiran Islam di Indonesia. Dan Greg Barton yang dalam bukunya telah mengklasifikasikan beberapa pemikir neo-modernisme di Indonesia, yang salah satunya adalah Wahib. Bahkan sebagian pakar ada yang menyetarakannya dengan Muhammad Iqbal dan Muhammad Abduh.
Namun, bagi saya apa yang dilakukan oleh Wahib adalah sebuah langkah penyelesaian seorang manusia dalam mencari kebenaran yang absolut dengan potensinya yaitu, berpikir. Seperti apa yang dikatakan oleh Gabriel Marcel bahwa kebenaran sebagai sebuah nilai hanya ada pada sebuah layar dalam akal untuk memasuki dunia transenden. Ini telah dilakukan oleh Wahib, yang dimulainya dengan pemikiran absurdnya serupa dengan tokoh yang diciptakan oleh Albert Camus, Meursault dalam novelnya “Orang Asing”, yang segalanya dipertanyakan. Sedikit berbeda dengan Albert Camus, Wahib tidak mempertanyakan Tuhan, ia mempertanyakan apa yang diciptakan oleh Tuhan dalam lingkup kemanusiaan dengan jalan memberikan sebuah celah pemikiran demi berkembangnya spiritual dan eksistensinya. Mungkin dari situ apa yang dilakukan oleh Wahib pantas saya sebut spritualitas eksistensialisme dari seorang manusia. Wassalam!
Keyakinan sehari-hari dalam masyarakat berpendidikan, kita telah mendengar dan menjadi perbincangan bahwa spiritualitas dan eksistensialisme merupakan hal yang berbeda. Spiritualitas adalah sebuah jangkauan kerohanian yang dilakukan oleh kaum sufi atau kaum rohaniawan yang berkecimpung dalam ilmu keagamaan. Sedangkan eksistensialisme adalah sebuah aliran kefilsafatan yang menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral. Di mana ia bebas memilih menerima dan menolak segala hal yang berada di luar dan dalam dirinya. Namun, dalam perjalanannya seperti apa yang dikatakan oleh tokoh eksistensialisme, Kierkegaar, cara manusia bereksistensi meliputi tiga sikap yaitu, estetis, etis dan religius. Nah, Wahib sebagaimana yang telah terangkum dalam keseluruhan catatan hariannya meliputi hal tersebut.
Dalam tulisan ini saya tidak akan membahas sikap estetis dan etisnya akan tetapi pada sikap religiusnya yang mana telah melahirkan ide-ide yang sangat brilian dalam kancah pemikiran Islam Indonesia. Tema penting untuk memahami Wahib dalam konteks pemikiran Islam adalah pada sikap religiusitasnya. Penentangan Wahib terhadap agama sebenarnya bukan penentangan terhadap agama itu sendiri. Akan tetapi, penentangannya terhadap agama dalam artian sosiologis di mana agama itu hidup dan berkembang. Dan catatan kecil di atas adalah merupakan gambaran Wahib sebagai sosok esksistensialis yang mencari kebenaran spiritualnya, baik dalam nilai teoritis dan praksisnya. Mungkin ini yang saya sebut dengan spiritualitas eksistesialisme, di mana seseorang mencari kebenaran tentang keagamaannya dalam realitas sosialnya melalui pertanyaan menyangkut tentang keberadaan keberagamaan dan kediriannya.
Wahib dalam pencariannya menyangkut hal tersebut dapat dilihat dalam bagaimana ia membangun kerangka epistemologinya. Ia memahami Islam sebagai yang universal atau ideal dan kondisional. Menurutnya Islam universal atau ideal adalah Islam yang terangkum dalam keseluruhan pesan Tuhan (wahyu), sedangkan Islam kondisional adalah Islam yang berada dalam kondisi masa dan masyarakat tertentu. Dari sini, ia merumuskan beberapa rumusan yang pernah didiskusikannya dengan kelompok diskusinya di rumah Dawam Raharjo. Pertama, tidak mengidentikkan Islam dengan al-Quran. Kedua, al-Quran adalah abstrak. Ketiga, al-Quran adalah wajah Islam terbaik untuk zamannya. Keempat, sumber memahami Islam adalah sejarah Muhammad.
Dari konsepnya di atas banyak orang mengatakan bahwa konsepnya tersebut adalah merupakan pembaruan Islam di Indonesia karena ia beruhasa untuk merombak, menyegarkan, dan memperbaharuhi pemikiran Islam di Indonesia. Dan Greg Barton yang dalam bukunya telah mengklasifikasikan beberapa pemikir neo-modernisme di Indonesia, yang salah satunya adalah Wahib. Bahkan sebagian pakar ada yang menyetarakannya dengan Muhammad Iqbal dan Muhammad Abduh.
Namun, bagi saya apa yang dilakukan oleh Wahib adalah sebuah langkah penyelesaian seorang manusia dalam mencari kebenaran yang absolut dengan potensinya yaitu, berpikir. Seperti apa yang dikatakan oleh Gabriel Marcel bahwa kebenaran sebagai sebuah nilai hanya ada pada sebuah layar dalam akal untuk memasuki dunia transenden. Ini telah dilakukan oleh Wahib, yang dimulainya dengan pemikiran absurdnya serupa dengan tokoh yang diciptakan oleh Albert Camus, Meursault dalam novelnya “Orang Asing”, yang segalanya dipertanyakan. Sedikit berbeda dengan Albert Camus, Wahib tidak mempertanyakan Tuhan, ia mempertanyakan apa yang diciptakan oleh Tuhan dalam lingkup kemanusiaan dengan jalan memberikan sebuah celah pemikiran demi berkembangnya spiritual dan eksistensinya. Mungkin dari situ apa yang dilakukan oleh Wahib pantas saya sebut spritualitas eksistensialisme dari seorang manusia. Wassalam!
Langganan:
Postingan (Atom)