Dia adalah lelaki yang suka menari. Menari baginya bukanlah hobi tetapi jalan hidup. Dari gurun ke gurun, dari bukit ke bukit, dari gunung ke gunung, dari desa ke desa, dari kota ke kota, dari rumah ke rumah, dari toko ke toko, dari super market ke super market, hingga dari mall ke mall dia menari. Dan terkadang dia penuh dalam televisi. Tarianya tidak seperti tarian yang banyak orang kenal seperti balet, hip hop atau tarian lainnya. Dia menari hanya dengan satu gerakan yakni, berputar.
Lalu, dia mampir di kota ini untuk menghibur masyarakat. Semua yang menontonnya pasti terpana. Di atas panggung dia serupa gasing, berputar lambat dan semakin lama semakin cepat. Kemudian lambat kembali dan berhenti. Tepuk tangan orang-orang yang menontonnya menggantikan tariannya. Dan di tengah-tengah riuhnya tepuk tangan ada yang bertanya kepadanya, mengapa suka menari dan mengapa tak mau dibayar setiap dia selesai menari. Dia menjawab, ”aku bukan seorang penghibur. Aku adalah seorang yang kehilangan. Ke mana-mana aku menari hanya untuk menemukannya karena setiap aku menari dia akan menemuiku, dia akan hadir melebihi kenyataannya yang ada. Setiap aku bergerak adalah geraknya. Apalah artinya segala yang kumiliki kalau tak menemukannya. Jika kau bertanya kenapa aku harus mencari? Aku sama dengannya. Jiwaku berbicara kepadaku. Yang kucari adalah diriku sendiri.” Dan diapun menghilang entah pergi kemana. Mungkin ada di gurun-gurun, di bukit-bukit, di gunung-gunung, di desa-desa, di kota-kota, di rumah-rumah, di toko-toko, di super market-super market, atau di mall-mall. Mungkin pula dia ada di televisi yang sering kita tonton setiap hari.